Pidato Jenderal TNI Purn AM HENDROPRIYONO Dalam Peringatan Hari Lahir TNI 72




Saudara-saudara seluruh anggota dan keluarga besar Partai Keadilan dan Pesatuan Indonesia yang saya cintai dan saya banggakan, ini hari kita berada di sini untuk memperingati hari lahir atau hari jadi dari Tentara Nasional Indonesia yang kita cintai.

Kita bangga dan sekali lagi mencintai dengan penuh harap kepada seluruh prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang berulang tahun pada ini hari yang ke-72, besama-sama dengan TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara yang telah menginjak pada usia 72 tahun begitu dewasa, lebih dewasa dari usianya.

Saudara-saudara, kita mengingat kenapa sampai TNI saya katakan lebih dewasa dari usianya, karena pada usia 72 tahun ini ia bisa menyelamatkan negara dari berbagai waktu dan zaman, aliran zaman, lingkungan tempat negara Republik Indonesia ini hidup. Didera pertama kali oleh suatu kekuatan atau aliran kenegaraan yang bersifat top down yang semuanya didikte dan totaliter, kemudian kita berubah menjadi suatu negara demokrasi melalui suatu reformasi tanpa berdarah-darah, tanpa korban, dan itu semua adalah karena TNI disamping Polri dan aparat keamanan negara lainnya.

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara telah bekerja keras sedemikian rupa sehingga patut kita semua negara bangsa Indonesia ini serta rakyatnya mengucapkan “SELAMAT”, Dirgahayulah Tentara Nasional Indonesia.

Saudara-saudara, kita bangga dan kita buktikan apa yang telah dan dapat mereka lakukan karena kita mempelajari dengan sunguh-sunguh riwayat bagaimana lahirnya Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Laut dan Udara ini.

TNI lahir pada tanggal 5 Oktober 1945 setelah Bung Karno meresmikan Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian pada bulan Juni diresmikan oleh Presiden pertama kita Ir. Soekarno dan Bung Hatta menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk sebelumnya, sebelum dia disebut sebagai tentara adalah hasil dari rapat persiapan kemerdekaan Indonesia yang terdiri dari wakil-wakil Rakyat Indonesia. Pada waktu itu ada dua anggota dari panitia persiapan kemerekaan Indonesia yang bernama Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata, mereka menyarankan kepada Bung Karno supaya Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk dari pasukan PETA yang semula dibentuk oleh Gatot Mangkoepradja.

Saudara-saudara, pada Perang Asia Timur Raya kita buka sejarah tahun 1942, ketika Jepang selesai atau baru saja pada bulan Desember tahun 1941 menyerang Amerika Serikat dengan membom Pearl Harbor, maka pada bulan Februari-Maret tahun berikutnya, tahun 1942, mereka menyerbu ke Asia Tenggara dan ke negara kita yang dulu bernama Hindia Belanda.

Jepang bergerak begitu cepat dan akhirnya terjadilah apa yang kita lihat di dalam sejarah, perang tujuh jam, Perang Laut Jawa, di beberapa mil laut jaraknya dari Surabaya. Di sana pasukan sekutu dihancurkan oleh Jepang. Lima kapal perang sekutu tenggelam dan satu kapal perang Jepang rusak. Dari sana kemenangan gemilang diraih oleh Jepang. Tentara Jepang masuk ke Jawa, pertamakali mendarat adalah di Kragan (Rembang), berbarengan dengan mendaratnya di Eretan Wetan (Indramayu) dan juga ia mendarat di Merak.

Di Merak, tentara Jepang menghadapi pertempuran laut dengan tentara sekutu, terutama Belanda. Dengan mundurnya (tentara sekutu) di Selat Sunda maka Merak terjepit sehingga jatuh ke tangan Jepang.

Jepang terus bergerak. Pada tanggal 5 Maret 1942, Jepang menyerbu Cilacap bersamaan dengan serbuannya ke Batavia (yang kemudian menjadi Jakarta). Serangan menjepit ini membuat Belanda kocar-kacir. Dalam waktu hanya tiga hari, setelah serangan tanggal 5, pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah, bertekuk lutut tanpa syarat kepada Jepang. Dengan diresmikannya penyerahan ini di Kalijati yang ditandatangani oleh Jenderal Hein ter Poorten dari pihak Belanda, dan dari pihak Jepang Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.

Dan kemenangan Jepang atas Sekutu membangkitkan semangat dari bangsa Indonesia untuk merdeka. Pada saat itu Gatot Mangkoepradja yang berada dalam penjara Banceuy (di Bandung) bersama dengan Ir. Soekarno dikeluarkan oleh Jepang tahun 1943. Kemudian Gatot Mangkoepradja mendapat tugas untuk menyusun pasukan pembela tanah air yang disebut PETA. Bung Karno yang menyarankan kepada Gatot Mangkoepradja agar membentuk PETA, sehingga cikal bakal dari TNI adalah pasukan Pembela Tanah Air, yang digodok dan digembleng semangatnya untuk melawan kepada penjajah.

Saudara-saudara, berangkat dari sana kemudian atas usul dari kedua orang yang saya katakan tadi, yaitu Abikoesno Tjokrosoejoso dan Otto Iskandardinata, bahwa sebaiknya PETA digabungkan dengan Heiho dan digabungkan dengan angkatan laut sipil atau para pelaut Indonesia yang bekerja di kapal-kapal asing, semua itu digabung, untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Kemudian ditambah juga dengan laskar-laskar pemuda, maka terbentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR). Badan Keamanan Rakyat (BKR) ini kemudian dirubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945, diresmikan oleh Bung Karno. Saat itu Soekarno-Hatta langsung menetapkan Supriadi sebagai Panglima TKR. Ketika ditunggu-tunggu di Istana untuk dilantik, Panglima Supriadi tidak kunjung datang.

Rupanya saudara-saudara, pada waktu itu keadaan di negara kita sedang kacau balau, sehingga tidak jelas mana kawan, mana lawan. Seperti yang sering saya ceritakan, yang membuat kita lemah adalah fitnah memfitnah, tuduh menuduh, curiga mencurigai, sehingga akhirnya sampai ini hari kita tidak tahu di mana jejaknya dan di mana mayatnya –kalau dia sudah mati– orang yang bernama Supriadi. Tidak ada. Dan ketika sudah tidak ada lagi yang bisa menduduki jabatan Panglima TKR, maka kemudian diambil jalan untuk diadakan pemilihan, dan itu dipimpin sendiri oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Dan terpilih jenderal Sudirman, Bapak TNI, Panglima Besar, yang sekarang ini menjadi panutan kita seluruh prajurit TNI.

Saudara-saudara sekalian, kebanggaan saya, kebanggaan kita semua di PKP Indonesia, adalah jiwa keprajuritan yang diwariskan oleh para pendahulu kita itu kepada kita di PKPI ini, kepada PKP Indonesia ini. Kita mewarisi jiwa itu. Kita tentara maupun bukan tentara, tetapi mewarisi militansi jiwa perjuangan, jiwa nasionalis, jiwa kebangsaan yang begitu menggelora dan menggebu-gebu.

Saudara-saudara, meskipun saya dan kawan-kawan sudah pensiun, sama dengan yang bukan militer, kita semua sudah sipil, tetapi kita tetap ikut dan ingat kepada adagium yang mengatakan the old soldier never die. Artinya bahwa prajurit yang tua tidak pernah mati, yang tidak mati itu semangatnya, yaitu semangat pengabdian kepada negara dan bangsa.

Bagaimana wujud pengabdian itu? Yang pertama kali adalah tidak pernah melanggar sumpah prajurit. Sejak saya menjadi tentara sampai sekarang, saya tidak pernah lupa dan insya Allah sampai akhir hayat saya tidak akan lupa. Begitu pun dengan teman-teman saya satu angkatan, saya kira semua tidak akan lupa, dan yang lebih tua dari saya juga tidak akan lupa, yang lebih muda saya harap juga tidak akan lupa. Kenapa? Karena sumpah prajurit yang dulu dengan sekarang –ketika sudah reformasi– sudah beda. Saya tetap ingat dengan sumpah prajurit yang dulu, sumpah yang tidak mungkin saya langgar. Sekarang saya menjadi Ketua Umum PKP Indonesia, saya akan membawa seluruh keluarga besar PKP Indonesia ini untuk ikut besama-sama saya di PKPI menjalankan apa yang sudah menjadi sumpah prajurit.

Yang pertama, demi Allah saya bersumpah. Satu, setia kepada pemerintah, setia kepada pemerintah yang mana saja yang memang sudah dipilih oleh rakyat, yang legal dan konstitusional, pemerintah yang berkuasa dan memerintah negeri ini, setia kepada pemerintah dan tunduk kepada Undang-undang dan ideologi negara.

Nomor dua, tunduk kepada hukum tentara. Waktu itu masih aktif, bicara seperti itu. Tiga, menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan negara Republik Indonesia. Empat, memegang teguh disiplin tentara berarti tunduk, setia, hormat serta taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan. Lima, memegang segala rahasia negara sekeras-kerasnya.

Itu lima sumpah rajurit. Maka, the old soldier never die adalah orang yang tidak pernah melanggar lima sumpah yang sudah diucapkan itu. Dan lafal itu didahului dengan ucapan “Demi Allah, saya bersumpah...”

Jadi kalau kita masih saja menyalah-nyalahkan, menggergaji, menggembosi, mengganggu, mengancam, menghambat pemerintah di dalam melaksanakan tugasnya, di dalam menyelenggarakan negara, padahal pemerintah ini adalah pemerintah yang kita pilih sendiri. Kalau saudara tidak memilih kemudian kalah, dan sekarang pemerintahnya adalah yang tidak saudara pilih bukan berarti pemerintah ini bukan pemerintah saudara. Pemerintah ini adalah juga pemerintah saudara. Dan saudara berkewajiban untuk juga melaksanakan semua langkah dan kegiatan dan pengabdian kepada negara ini sesuai dengan sumpahnya prajurit.

Saudara-sadara, Tentara Nasional Indonesia yang lahir pada tahun 1945 bersama revolusi Indonesia, bersama rakyat. Saya masih ingat ketika saya masih kecil, sangat sulit kita membedakan mana tentara, mana sipil, semuanya pejuang. Sejak dulu kita berjuang, kemudian mempertahankan perjuangan itu, semua orang adalah tentara, semua orang berjuang. Hanya tentara yang reguler adalah TNI. Dan tentara reguler ini yang terikat pada disiplin, dan sikap disiplin ini adalah setia pada undang-undang dan aturan militer, dan yang berdisiplin ini adalah yang patuh, taat dan setia kepada sumpahnya.

Saudara-saudara, kita sangat berharap kepada seluruh jajaran Tentara Nasional Indonesia yang kita banggakan ini, semoga dirgahayu, selamat, sejahtera, semakin kuat, semakin besar, dan tiada tandingnya di dunia ini.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
PKP Indonesia, merdeka.






Hendropriyono Official Site Sang Jendral. Yang menjadi prof Intelijen pertama di Dunia

Disqus Comments